Pers kampus Sbagai Sarana Syiar islam


Pers kampus
PENGERTIAN
Pers Kampus adalah berkala yang diterbitkan oleh mahasiswa untuk mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Karenanya, Pers Kampus sering pula disebut “Pers Mahasiswa”.
Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, Pers Kampus dinamakan Student Newspapers (Suratkabar atau Koran Mahasiswa) atau Student Publications (Penerbitan Mahasiswa), bukan Campus Press karena istilah Pers Kampus sebenarnya mencakup berbagai penerbitan yang ada di lingkungan kampus, seperti majalah ilmiah yang diterbitkan pihak universitas atau fakultas, buku-buku teks, dan diktat materi perkuliahan.
Di Indonesia, yang dimaksud Pers Kampus adalah media massa yang dikelola oleh mahasiswa di sebuah kampus perguruan tinggi, baik berupa majalah, jurnal, buletin, maupun suratkabar. Pangsa pasarnya atau target pembacanya adalah kalangan mahasiswa juga.
Sayangnya, sejauh ini belum muncul sebuah produk Pers Kampus yang bermutu baik sehingga dijadikan “bacaan wajib” para mahasiswanya dan menjadi rujukan orang luar kampus jika ingin mengetahui perkembangan dan dinamika sebuah kampus perguruan tinggi. Penyebabnya, banyak pengelola Pers Kampus yang belum memahami hakikat medianya yang elitis, pembacanya yang relatif homogen (mahasiswa), dan dapat menjadi “humas” kampusnya dalam berinteraksi dengan dunia luar kampus.
Karena itu, untuk dapat mengelola sebuah Pers Kampus, mutlak diperlukan pemahaman tentang hakikat Pers Kampus itu sendiri yang berbeda dengan pers umum (non-kampus).
KARAKTERISTIK
Karena lahir dari mahasiswa, dikelola oleh mahasiswa, dan target utama pembacanya mahasiswa juga, maka karakteristik utama Pers Kampus adalah elitis. Tegasnya, Pers Kampus masuk kategori Elite Papers. Visi, misi, dan isinya ditujukan untuk kepentingan mahasiswa juga atau seluruh sivitas akademika, jangan diarahkan menjadi pers umum.
Profil mahasiswa sebagai kaum intelektual harus tercermin dalam Pers Kampus, yakni ilmiah, objektif, rasional, kritis, dan tidak menjadi koran gosip (gossip journalism) apalagi berwujud koran kuning (gutter journalism, yellow papers).
Pers Kampus juga harus mampu mencerminkan sosok mahasiswa sebagai agent of change dan bebas dari vested interest pihak tertentu.
Pakar jurnalistik dari Universitas Stanford, William L. Rivers, sebagaimana dikutip Assegaf (1985:104), mengemukakan karakteristik ideal sebuah Pers Kampus sebagai berikut:
1. Harus mengikuti pendekatan jurnalistik yang serius (must be approached as a serious work of journalism).
2. Harus berisikan kejadian-kejadian yang bernilai berita bagi lembaga dan kehidupannya (It should report and explain newsworthly events in the life of the institution).
3. Harus menjadi wadah bagi penyaluran ekspresi mahasiswa (provide medium for student expression).
4. Haruslah mampu menjadi pers yang diperlukan oleh komunitas kampusnya (It should make itself indispensable to the school community).
5. Tidak boleh menjadi alat klik atau permainan yang memuaskan kelompok kecil di kampus (It can’t be a clique operation a toy for the amusement of a small group).
6. Harus dapat memenuhi fungsinya sebagai media komunikasi (Serve the purpose of mass communications).
ISI PERS KAMPUS
Dari karakteristik tadi, dapat disimpulkan, Pers Kampus harus lebih tinggi derajatnya ketimbang pers biasa (umum) dan benar-benar beguna bagi lingkungannya. Agar berguna dan dibutuhkan, maka Pers Kampus haruslah mampu memenuhi rasa ingin tahu (curiousity) mahasiswa yang menjadi pembacanya.
Tegasnya, isi Pers Kampus harus menyangkut kepentingan civitas akademika, utamanya mahasiswa, misalnya tentang:
1. Perkembangan sains dan teknologi.
2. Sistem pendidikan baru,
3. Penelitian.
4. Sumber dana penelitian.
5. Beasiswa.
6. Kehidupan sekitar kampus atau mahasiswa (Assegaf, 1985:105).
MEDIA DAKWAH
Para mahasiswa Muslim dapat menjadikan Pers Kampus sebagai media dakwah, tepatnya media dakwah dengan pena atau tulisan (da’wah bil qolam). Untuk menjadikannya sebagai media dakwah, maka visi dan misi yang diemban pengelola Pers Kampus hendaknya jurnalistik Islami.
Jurnalistik Islami adalah dapat dirumuskan sebagai suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam kepada khalayak melalui media massa.
Dapat juga jurnalistik Islami dimaknai sebagai “proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat muatan dan sosialisasi nilai- nilai Islam”. Dengan demikian, jurnalistik Islami dapat dikatakan sebagai crusade journalism, yaitu jurnalisme yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, dalam hal ini nilai-nilai Islam.
Jurnalistik Islami pun bernafaskan jurnalisme profetik, suatu bentuk jurnalisme yang tidak hanya melaporkan berita dan masalah secara lengkap, jelas, jujur, serta aktual, tetapi juga memberikan interpretasi serta petunjuk ke arah perubahan, transformasi, berdasarkan cita-cita etik dan profetik Islam. Ia menjadi jurnalisme yang secara sadar dan bertanggungjawab memuat kandungan nila-nilai dan cita Islam (M. Syafi’i Anwar, 1989:166).
Jurnalistik Islami, dengan demikian, mengemban misi ‘amar ma’ruf nahyi munkar, sebagaimana firman Allah SWT,
“Dan hendaklah ada sebagian di antara kamu sekelompok orang yang senantiasa mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang makruf, dan mencegah yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S. 3:104).
Jadi, jurnalistik Islami adalah upaya da’wah Islamiyah juga. Karena jurnalistik Islami bermisi ‘amar ma’ruf nahyi munkar, maka ciri khasnya adalah menyebarluaskan informasi tentang perintah dan larangan Allah SWT. Ia berpesan (memberikan message) dan berusaha keras untuk mempengaruhi komunikan (khalayak, massa) agar berperilaku sesuai dengan ajaran Islam.
PERANAN
Setidaknya ada lima peran media dakwah, baik di lingkungan kampus maupun nonkampus atau keduanya:
1. Sebagai Pendidik (Muaddib), yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. Ia harus lebih menguasai ajaran Islam daru rata-rata khalayak pembaca. Lewat media massa, ia mendidik umat Islam agar melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Ia memikul tugas mulia untuk mencegah umat Islam dari berperilaku yang menyimpang dari syariat Islam, juga melindungi umat dari pengaruh buruk media massa non-Islami yang anti-Islam.
2. Sebagai Pelurus Informasi (Musaddid). Setidaknya ada tiga hal yang harus diluruskan oleh para jurnalis Muslim. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, lebih dari itu jurnalis Muslim dituntut mampu menggali –melakukan investigative reporting– tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia. Peran Musaddid terasa relevansi dan urgensinya mengingat informasi tentang Islam dan umatnya yang datang dari pers Barat biasanya biased (menyimpang, berat sebelah) dan distorsif, manipulatif, alias penuh rekayasa untuk memojokkan Islam yang tidak disukainya. Di sini, jurnalis Muslim dituntut berusaha mengikis fobi Islam (Islamophobia) yang merupakan produk propaganda pers Barat yang anti-Islam.
3. Sebagai Pembaharu (Mujaddid), yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam). Jurnalis Muslim hendaknya menjadi “jurubicara” para pembaharu, yang menyerukan umat Islam memegang teguh al-Quran dan as-Sunnah, memurnikan pemahaman tentang Islam dan pengamalannya (membersihkannya dari bid’ah, khurafat, tahayul, dan isme-isme asing non-Islami), dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan umat.
4. Sebagai Pemersatu (Muwahid), yaitu harus mampu menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam. Oleh karena itu, kode etik jurnalistik yang berupa impartiality (tidak memihak pada golongan tertentu dan menyajikan dua sisi dari setiap informasi [both side information] harus ditegakkan. Jurnalis Muslim harus membuang jauh-jauh sikap sektarian yang baik secara ideal maupun komersial tidaklah menguntungkan (Jalaluddin Rakhmat dalam Rusjdi Hamka & Rafiq, 1989).
5. Sebagai Pejuang (Mujahid), yaitu pejuang-pembela Islam. Melaui media massa, jurnalis Muslim berusaha keras membentuk pendapat umum yang mendorong penegakkan nilai-nilai Islam, menyemarakkan syiar Islam, mempromosikan citra Islam yang positif dan rahmatan lil’alamin, serta menanamkan ruhul jihad di kalangan umat. Wallahu a’lam.
By ASM. Romli/Romel. Rujukan/Bahan Telaah Lebih Dalam: ASM. Romli, Jurnalistik untuk Pemula Cet. VI (Rosda 2005); ASM. Romli, Jurnalistik Dakwah (Rosda 2004), dan Jurnalistk Terapan (Batic Press 2005).*

0 komentar:

Posting Komentar